Jenis alat analisis berikutnya yang cukup populer adalah Moving Average Convergence-Divergence, atau yang dikenal dengan singkatan MACD.
Instrumen ini dikembangkan pada era 1970-an oleh Gerald Appel, seorang analis pasar sekaligus penulis berbagai buku mengenai strategi berinvestasi.
MACD pertama kali dibahas secara mendalam dalam karya tulis Gerald Appel yang berjudul Technical Analysis, Power Tools for Active Investors.
Jika alat sebelumnya berfokus pada pengukuran kekuatan momentum, maka MACD lebih berperan dalam membaca arah tren harga dalam jangka waktu tertentu.
Menariknya, sinyal yang dihasilkan dari dua indikator ini sering kali berseberangan. Ketika MACD baru menunjukkan potensi pembelian, alat pengukur momentum justru bisa memberikan sinyal untuk menjual. Hal ini berlaku pula sebaliknya.
Perlu dicatat bahwa alat ini kurang ideal untuk diterapkan pada strategi Swing Trading. Sebaliknya, indikator ini lebih cocok digunakan dalam metode Position Trading atau Trend Following yang berorientasi pada pergerakan jangka panjang.
Sayangnya, banyak pemula yang terlalu terpaku pada sinyal seperti golden-cross atau dead-cross.
Padahal, menurut penjelasan dari Gerald Appel dalam bukunya, sinyal-sinyal tersebut sebaiknya dikonfirmasi ulang sebelum dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Tidak semua golden-cross menandakan saat yang tepat untuk membeli, dan tidak semua dead-cross merupakan isyarat untuk menjual. Oleh karena itu, penting bagi para pelaku pasar untuk tetap waspada agar tidak terjebak oleh sinyal palsu.
Moving Averages (MA)
Salah satu jenis indikator teknikal tertua yang masih digunakan hingga kini dalam analisis pergerakan harga saham adalah Moving Averages.
Alat ini sering disingkat sebagai MA dan telah dikenal luas di kalangan pelaku pasar sebagai metode klasik untuk memantau tren harga.
Berdasarkan berbagai catatan historis, tokoh yang pertama kali mengenalkan serta memperluas penggunaan indikator ini dalam dunia perdagangan adalah Richard Donchian.
Ia dikenal sebagai pelopor pendekatan trend following dalam analisis pasar.
Pada awal dekade 1960-an, tepatnya tahun 1961, Donchian mengembangkan dan mempopulerkan strategi yang mengombinasikan rata-rata pergerakan lima hari dan dua puluh hari sebagai dasar dalam pengambilan keputusan transaksi.
Strategi tersebut ternyata tidak hanya populer pada masanya, tetapi juga masih digunakan oleh banyak pelaku pasar hingga sekarang.
Meski demikian, Donchian sendiri pernah menyampaikan bahwa kombinasi tersebut bukanlah satu-satunya yang bisa dipakai.
Menurutnya, masih banyak variasi penggunaan Moving Averages yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan strategi masing-masing individu.
Namun, sejauh ini belum ada patokan yang benar-benar pasti mengenai angka rata-rata mana yang paling optimal untuk digunakan dalam setiap situasi pasar.
Relative Strength Index (RSI)
Alat analisis teknikal lain yang juga cukup populer dalam aktivitas jual beli saham adalah Relative Strength Index.
Indikator ini memiliki bentuk tampilan berupa garis dinamis yang bergerak naik dan turun dalam rentang nilai antara 0 hingga 100, dan biasanya diletakkan di bawah grafik harga utama.
Kelebihan utama dari indikator ini terletak pada kemampuannya memberikan gambaran instan mengenai kondisi pasar.
Sebagai contoh, jika nilai RSI menunjukkan angka mendekati 70, kondisi tersebut sering dipandang sebagai sinyal bahwa harga sudah terlalu tinggi atau berada dalam kondisi jenuh beli.
Sebaliknya, jika angkanya menyentuh kisaran 30, bisa jadi pasar sedang berada pada fase jenuh jual dan harga berpeluang untuk kembali naik. Namun, dalam penggunaannya, terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan.
Misalnya, ketika suatu saham mengalami penurunan dan RSI-nya mencapai angka 30, penting untuk memastikan apakah penurunan tersebut disebabkan oleh perubahan mendasar pada perusahaan penerbit saham tersebut.
Jika tidak ditemukan gangguan signifikan dari sisi fundamental, maka bisa dipertimbangkan untuk melakukan pembelian tambahan guna menurunkan harga rata-rata pembelian (average down).
Sebaliknya, apabila penurunan harga disebabkan oleh faktor fundamental yang memburuk, maka sinyal dari RSI bisa menjadi petunjuk bahwa saatnya menjual saham tersebut.
Dalam situasi seperti ini, pelaku pasar juga bisa mempertimbangkan untuk menetapkan batas kerugian (cut loss) agar tidak mengalami kerugian lebih lanjut.
Bollinger Bands (BB)
Bollinger Bands, atau yang biasa disingkat sebagai BB, termasuk salah satu indikator teknikal yang digunakan untuk mendeteksi kondisi pasar yang sudah berada dalam tahap jenuh beli maupun jenuh jual.
Ciri khas dari indikator ini adalah tampilannya yang berupa tiga garis sejajar dengan grafik harga, di mana harga saham biasanya bergerak naik turun di antara batas atas dan bawah garis-garis tersebut.
Ketika harga menyentuh batas atas dari Bollinger Bands, kondisi ini kerap dianggap sebagai sinyal bahwa pasar sedang berada dalam situasi overbought.
Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh investor untuk menjual saham dan mengambil keuntungan (take profit).
Sebaliknya, apabila harga bergerak turun mendekati batas bawah, maka kondisi oversold bisa terjadi dan strategi penjualan juga bisa dilakukan untuk menghindari kerugian lebih lanjut.
Namun demikian, penting untuk berhati-hati terhadap pola penyempitan jarak antar garis Bollinger Bands. Fenomena ini sering kali menjadi pertanda bahwa pasar sedang bersiap untuk bergerak secara signifikan ke arah tertentu.
Pergerakan tersebut bisa berupa lonjakan harga ke atas maupun penurunan tajam yang mengarah ke bawah, tergantung arah tekanan pasar.
Pada saat harga mulai keluar dari batas atas atau bawah setelah fase penyempitan, sinyal perubahan tren pun bisa muncul.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa sinyal yang diberikan tersebut hanya bersifat sementara atau merupakan sinyal palsu secara teknikal.
Oleh karena itu, penggunaan Bollinger Bands sebaiknya dilengkapi dengan indikator teknikal lainnya untuk mendapatkan konfirmasi tambahan sebelum mengambil keputusan beli atau jual.
Support dan Resistance
Indikator analisis teknikal berikutnya yang patut kamu pahami adalah support dan resistance.
Walaupun secara definisi bukan tergolong indikator murni seperti lainnya, namun konsep ini sering dimasukkan dalam kelompok indikator karena kegunaannya yang sangat penting dalam membaca pergerakan harga saham.
Support dan resistance dapat dengan mudah dikenali melalui grafik harga atau chart saham.
Selain itu, kamu juga bisa melakukan pengecekan melalui order book, yaitu dengan melihat posisi bid dan offer untuk mendapatkan konfirmasi dari level-level support maupun resistance yang sedang terbentuk.
Banyak pelaku pasar menganggap bahwa level-level ini pada grafik saham lebih akurat dan relatif mudah diidentifikasi.
Teknik analisis dengan support dan resistance bisa diterapkan dalam berbagai strategi, seperti Swing Trading maupun Trend Following. Fleksibilitasnya membuat metode ini cukup efektif dan bersifat universal dalam dunia investasi.
Bahkan, penerapan support dan resistance akan menjadi lebih kuat apabila dikombinasikan dengan indikator teknikal lainnya, sehingga keputusan investasi bisa dilakukan dengan dasar analisis yang lebih menyeluruh dan meyakinkan.
Sebagai penutup, berbagai macam indikator saham bisa membantu kamu membuat keputusan investasi yang lebih bijak dengan membaca arah pergerakan pasar secara teknikal.